Investigasi di Simpang Jalan

Saya agak terkejut ketika memasuki pintu Hotel Horison. Pasalnya beberapa kali ke sana, selalu dengan ramah ditanya tempat atau acara yang dituju. Namun, kali ini hanya ucapan selamat datang yang terdengar menyambut beberapa orang yang memasuki pintu.
Keterkejutanku tak bertahan lama, tepatnya ketika memasuki ruang Papandayan. Ternyata ruang itu sudah penuh dengan peserta bedah buku “Laporan Investigasi untuk Media Cetak dan Siaran”. Melihat ratusan peserta yang hadir, pantas jika tak ada pertanyaan dari resepsionis hotel.
Wew, baik hati sekali panitia seminar. Ketika peserta akan memasuki pintu, satu persatu peserta diberi satu buku tebal, satu majalah, beberapa makalah, block note, dan bolpen. Eh, ternyata acara yang berlangsung Senin (24/9) itu, selain diselenggarakan oleh LeSPI (Lembaga Study Pers dan Informasi) dan ISAI (Institut Studi Arus Informasi), juga disupport oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat. Yah, pantas saja fasilitasnya bagus. Ooops hampir lupa, sebelum memasuki ruang Papandayan, tak lupa saya mengisi daftar hadir. Nama: Munif  Utusan: Loenpia.Net Telp: 0856412544**

Begitu saya duduk, perwakilan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat langsung memberikan sambutan. Tentu bukan sambutan untuk saya seorang, tapi untuk seluruh peserta yang hadir. Setelah itu, acara yang menghadirkan Sherry Ricchiardi (Penulis Senior American Journalism Review) dan Triyono Lukmantoro (Dosen FISIP, Undip) berlangsung secara bilingual.
Intinya adalah buka puasa bersama. Eh, bukan. Intinya jurnalisme investigasi bisa berjalan di AS (Amerika Serikat). Bahkan di AS ada penghargaan khusus untuk karya jurnalisme. Tapi di Indonesia jurnalisme investigasi masih di simpang jalan. Bahkan ada salah kaprah pengertian jurnalisme investigasi, contohnya ya investigasi ala infotainment itu. Jurnalisme investigasi tujuannya untuk kepentingan orang banyak bukan untuk mengungkap privasi selebritis yang sebetulnya tidak penting itu.
Seharusnya, melihat banyaknya ketidakberesan dalam pemerintahan di Indonesia, jurnalisme investigasi semestinya berkembang subur di Indonesia, tapi kenyataannya tidak. TANYA KENAPA? (iklan banget).
Suatu saat, saya membaca berita korupsi di salah satu koran. Beberapa hari berikutnya saya menanti akan adanya investigasi dari berita tersebut. Eh, saya dibuat patah hati. Bukannya berita investigasi yang saya dapat, tapi malah berita pembelaan si tersangka yang walikota itu. Beberapa minggu setelah itu, eh ada advetorial yang memasang foto si Walikota yang sedang promosi daerahnya. Ini hanya sekadar contoh, tentu masih banyak kasus lainnya.
Buku “Laporan Investigasi untuk Media Cetak dan Siaran” karya William C Gaines itu sendiri, di dalamnya banyak memberi petunjuk secara detail bagaimana melakukan investigasi. Karena itu, berhati-hatilah para penguasa di negeri ini, karena mulai saat ini, saya siap menginvestigasi kalian. Begitulah tekadku saat menyantap hidangan buka puasa sebelum pulang ke rumah.


Foto: Salah Seorang peserta sedang membaca buku yang dibedah.

Munif

Munif

Artikel yang Direkomendasikan

7 Komentar

  1. acara kemaren aku datang sendirian, ga punya kamera :(
    minta foto hanya fotoku yg dikasih, terpaksa deh hanya itu yang aku posting :D

  2. :( Whiiy ngeri juga ya JI yang atu ini. Kalo JI yang dah ada ditakuti di negeri kangguru sana, maka JI yang ini diperkenalkan oleh USA di RI buat nakutin para Penguasa dan Birokerat-birokerat yang nggak genah. Tapi, buat para jurnalis juga jangan GR loh, mentang-mentang dapet “modal” baru buat nulis-nulis, eh malah ngesanin “meres”. Kesannya pengen “MaNyess” malah jadi “Apes karena Ngeress”.;)
    Bukannya apa Bung, di RI ini nih, yang namanya Jurnalis, wartawan, and so on lah… masih ada aja yang pake pola begituan tuh. Pura-pura mao investigasi. wawancara… eh jung-ujungnya meres. Duh amit-amit deh. Lihat aja tuh fenomena MetroTV yang nggak bosan-bosannya nayangin Running text “Reporter ogut nggak bakalan minta duit kalo die tugas..” gitu tuh katanye. Enaknye diapein nih orang kayak gituan ya bung NEV???…

  3. wah kayaknya pembahasanya seru nih. nyesel gak ikut. lagian jam segitu, daku masih cuap2 di depan anak2 mas.

  4. to erika>>>Bukannya apa Bung, di RI ini nih, yang namanya Jurnalis, wartawan, and so on lah… masih ada aja yang pake pola begituan tuh. Pura-pura mao investigasi. wawancara… eh jung-ujungnya meres. Duh amit-amit deh. Lihat aja tuh fenomena MetroTV yang nggak bosan-bosannya nayangin Running text “Reporter ogut nggak bakalan minta duit kalo die tugas..” gitu tuh katanye. Enaknye diapein nih orang kayak gituan ya bung NEV??

    >>> kalo pengalamanku mereka itu yang suka meres wartawan bodrek ato kalo mereka dari suratkabar resmi mereka itu bergaji kecil
    jadi standar gaji wartawan emang harus dinaikkan

  5. kerenn neh liputannya Niv … gitu kok ga ngajak aku tho !!! coba kamu sms pa telp aku … tak usahaain dateng wis … :)>-

  6. luar biasa , saya senang dengan gaya penulisannya..diksi yang dipakai..good

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *