Kelulusan Merupakan Awal Segalanya

Beberapa hari yang lalu di kota Semarang tercinta ini terjadi peristiwa rutin yang selalu menggemparkan dunia pendidikan, terutama tingkat SMU. Yaitu pengumuman kelulusan atau yang sering disebut juga pesta corat-coret. Nah dibalik kegembiraan itu juga terselip kesedihan yang mendalam. Karena terdapat 31.444 siswa yang tidak lulus. Sungguh jumlah yang fantastis jika dibandingkan dengan tingkat gagal-lulus pada saat aku (kita) sekolah, entah berapa puluh tahun yang lalu. (Ada yang masih inget sapa nama Kepsek?)

Namun menurut Kepala Dinas P&K Jateng, Drs Rodjikin MM mengatakan bahwa jumlah siswa SMU yang tidak lulus mengalami penurunan dibandingkan tahun kemaren. Sungguh ironis dimana ternyata beberapa dari mereka yang tidak lulus bisa dikatakan tidak layak untuk tidak lulus. Maksudnya, mereka yang tidak lulus itu ternyata pada saat sekolah sering mendapatkan prestasi dibidang akademik. Seperti yang saya tuliskan disini dan disini, mereka itu gagal lulus dikarenakan kebijakan pemerintah yang kurang dapat diterima. (oleh yang tidak lulus tentunya)

Dikatakan begitu karena masa belajar siswa yang 3 tahun itu pupus hanya karena ujian yang cuma 3 hari itu. Trus standar kelulusan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kenapa bukan guru (sekolah) yang menetapkan? seperti di bangku kuliah yang menetapkan kelulusan adalah tiap-tiap fakultas. Lagipula yang selama ini mendampingi siswa selama 3 tahun itu adalah guru. Kenapa bukan guru yang menyatakan bahwa siswa ini layak lulus atau tidak. Makanya Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi. Menginginkan agar pemerintah mengembalikan fungsi guru sebagai penentu kelulusan siswa. Seperti yang dilansir oleh Detik.com

Yah, begitulah kondisi pendidikan kita sekarang, Pendidikan yang mengutamakan hapalan dan kemampuan siswa untuk menjawab soal. Bukan mencetak siswa yang mampu berpikir logis, mengembangkan bakat, menyelesaikan masalah, dan mengimplementasikan kemampuan mereka kepada masyarakat.

Mohammad Sani Suprayogi

Engineer & Lecturer

Artikel yang Direkomendasikan

6 Komentar

  1. ehem..mo fdikit komentar ah tuk ini…!! baikkan mereka ga lulus dolo klo mang nanti pada akhirnya juga blom siap tuk menghadapi namanya UMPTN/PMB lebih2 kursi UN, karena dengan demikian semangat mereka tuk lulus( tarik pikiran positifnya aja ) tuk meraih kelulusan pada taun berikutnya juga makin bertambah besar, jadi mereka nanti pada akhirnya akan siap bener dan moga2 aja lulus dari UMPTN, agar dan supaya jalan yang di tempuh untuk bisa lolos dari UMPTN bisa benar2 murni dari hasil kerja keras mereka, karena mengapa??? lom denger dan mungkin anda sudah tau tuk sebuah rahasia umum juga, disamping kemurnian UMPTN red( jalan belakang tuk mencapai UN) itu ada pada kenyataanya, walau katanya ” kemurnian itu di jaga dengan seksama oleh DIKTI” tapi pada prakteknya oknum yang ingin mengenyangkan perut sendiri juga maseh banyak nah sekian dolo tuk komentnya…dan tuk yng blom lulus tuk tahun ini moga tambah semangat belajarnya….

  2. Saya juga mau sedikit komentar, saya setuju dengan mas kholix ini, sebenarnya kalo diambil positifnya aja lebih enak ya… Ditambah lagi yang saya sedih mengenai yang tidak lulus, banyak sekali juga yang dikarenakan bocoran yang mereka dapet dari guru mereka salah…

    Dan yang namanya manusia, pasti mencari kesalahan orang lain, yang disalahin pasti gurunya… padahal kalo dinalar, yang namanya mencari bocoran aja udah salah.. Kenapa gak nyalahin dirinya sendiri dulu, introspeksi gitu…

    Tapi saya juga gak bilang tindakan gurunya bener. Tetep salah, n moga2 dengan kejadian ini, bangsa ini bakal menmpunyai SDM yang lebih baik n berkualitas. Amin.

  3. Jadi inget jaman lulus SD dulu, pas giliran aku lulus SD, saat itulah diberlakukan adanya NEM [Nilai Ebtanas Murni]. Kalau yang dijadikan patokan NEM itu tadi, ya mungkin aku nggak lulus kali ya… :d

    Untungnya nggak cuman NEM yang jadi patokan. Cuma NEM ini dipake patokan untuk saat kita melakukan pendaftaran masuk sekolah yang lebih tinggi. Karena NEM ku rendah, ya masuknya sekolah ecek-ecek….

    Yg masih aku bingung dan nggak masuk logikaku adalah, kalau dijaman sekarang ternyata bisa mendaftar sekolah lanjutannya [dari SD ke SMP, SMP ke SMA, SMA ke Universitas] disaat masih dibangku sekolah, alias belum lulus.

    Lha piye kuwi… durung lulus kok iso ndaftar? wis ngono ditrimo pisan….

    Iki sing goblok aku opo sing nggawe aturan gendheng?:-?

  4. Anak sekarang banyak yang manja!
    Nggak lulus demo! ke komnas Ham! perlindungan anak! dll. bahkan sampai aksi pengrusakan (di Sulawesi). Ketidakpercayaan kepada pemerintah dan sistem mereka jadikan alasan.

    mbok ya Intropeksi nggak lulus itu kenapa? Namanya ujian ya mesti ada yang lulus dan yang nggak. Kalau langsung lulus semua ya bukan ujian namanya. Trus yang biasanya pinter kok bisa nggak lulus itu ya tanda tanya besar. kok bisa? aneh!

  5. pemerintah lewat wapres menolak UN ulang dengan mengaca pada negara tetangga, tp mungkin dia lupa kalo di negara tetangga ga ada lagi anak sekolah bertelanjang kaki, ga adaseorang guru menyambi ngojek atau malah (maaf) narik becak. suatu contoh kecil kekurangan di dunia pendidikan, namun cukup untuk dijadikan pertimbangan sebelum membandingkan dunia pendidikan negra ini dengan negara lain.

    pengusaha yg jadi menteri, abu rizal b, dengan tegas mengatakan kalo guru dan murid yg tidak siap dengan UN kali ini, …. sekali lagi murid dan guru yang disalahkan….

    amien rais, bahkan mengatakan kalo telah terjadi kekeliruan di sistem komputer sehingga anak2 jenius tidak bisa lulus, …. sebuah wacana baru : bukan cuman orang aja di negara ini yg error, komputernya juga bodoh :( . masih terasa dalam ingatan saat dia kalah dari capres lain di pemilu, cawapresnya berstatement kalo ini kesalahan komputer… O M G…

    saat belajar pemrograman dulu, saya diajari suatu urutan : input-proses-output. sehingga untuk mendapatkan suatu output, kita harus melalui sebuah proses, yang memproses suatu inputan menggunakan fungsi2 dan prosedur.

    jadi sangat naif jika kita hanya menuntut hasil akhir saja yang memuaskan, sedang proses dan inputnya tidak kita perhatikan.

    sebetulnya pemerintah sendiri yang lebih tau apa yg harus dilakukan agar nilai anak2nya bisa melewati batas terendah, bukannya membebankan semuanya pada anak didik dan pendidik. lalu apa sebenarnya tugas pemerintah??? hanya menentukan prosedur tanpa memperhatikan dan meningkatkan inputan?

    bagaimanapun juga, perlu pemikiran dan tenaga yg tidak sedikit untuk mencapai target yg ditentukan sekarang ini, tidak bisa sak dhek sak nyet.

    gmn menurut teman2 disini????

  6. Ehm… 2 anak jenius tidak lulus UN — normal klo menurut aku.. banyak si inventor yang tidak lulus sekolah — boro2 kuliah ;)) so — don’t feel down guys ;))

    Tp mbok ya jangan langsung protes — khan ya sebenernya limit kelulusannya ga gede2 banget — 4.xx khan? klo belajar khan harusnya juga bisa dapet lah minimal nilai segitu. Masalahnya — kita itu terlalu gampang puas — cukup lah nilai segini — dan ga berusaha untuk naikin nilai kita sendiri… jadinya … waktu standarnya dinaikin, bingung semua …. klo ngomongin standar nilai/kelulusan harusnya dibuat oleh guru yang bersangkutan — gimana bisa gurunya yang nentuin nilai kelulusan, ntar di sini lulus, waktu tes u/ jenjang berikutnya tewas … emang mau yang seperti itu?
    Klo emang waktu UN aja ga lulus, gimana bisa lolos UMPTN? ato mentang2 udah dapet beasiswa dari univ tujuan/favorit terus waktu UN nda niat?

    sekali lagi — sharing pemikiran ;))

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *