Semarang di Mata Makassarku

Simpang Lima Semarang

Saya adalah putra asli Makassar, tapi semenjak 2002 Semarang menjadi kota kedua saya. Dalam rentang lebih 8 tahun saya sudah berkali-kali menginjakkan kaki di Semarang. Ragam cerita tentang kota yang dulu jadi gerbang utama kedatangan pendatang dari timur jauh ini terekam jelas dalam kepala. Beberapa di antaranya saya catat lewat tulisan dan tentu saja sedikit banyaknya membandingkan kota ini dengan kota asal saya, Makassar. Berikut adalah sedikit cerita tentang Semarang di mata saya.

Tanggal 2 Mei 2011 nanti, Semarang genap berusia 464 tahun (hanya beda 60 tahun dari kota Makassar). Dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, secara fisik, keindahan kota Semarang (khususnya kota bawah) tidaklah begitu menonjol. Pesona yang dimiliki Semarang justru terletak pada filosofi warganya yang ingin hidup tenteram, damai dan hidup rukun dengan sesama. Denyut nadi perekonomian di kota inipun tidak terlalu kencang, bahkan saya sedikit heran mengetahui kenyataan bahwa paserba semacam Carrefour dan Hypermart baru buka pada Ramadhan tahun 2007, sementara paserba yang sama telah berada selama 2 tahun lebih di kota Makassar.

Buat saya ini agak mengherankan. Ibukota salah satu propinsi di Indonesia ternyata agak terlambat untuk menarik minat investor semacam Carrefour dan Hypermart.

Keunikan utama yang bisa saya tangkap dari Semarang adalah kontur kotanya yang unik. Kota yang luasnya 373,70 km persegi ini berada pada ketinggian 0,75 meter hingga 348 meter di atas permukaan laut. Perbedaan ketinggian yang ekstrem itu membuat Semarang terpisah menjadi dua bagian, kota lama atau Semarang bawah dan Semarang atas. Perbedaan suhunyapun cukup ekstrem. Semarang bawah bersuhu panas sementara Semarang atas bersuhu cukup dingin. Tak heran bila Semarang atas dipilih orang sebagai tempat peristirahatan, harga tanah melonjak tinggi bahkan kawasan Gombel sering disebut sebagai Mentengnya Semarang.

Lampu Jalan dengan ukiran khas Jawa

Dari cerita yang saya dengar, daerah Semarang atas ( khususnya Tembalang ) memang semakin ramai dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Salah satu faktornya adalah karena Universitas Diponegoro (UNDIP) membuka kampus baru di sana. Denyut nadi perekonomian warga Tembalang berdegup kencang. Satu persatu rumah kost, warung makan, rental computer, foto copy hingga laundry tumbuh seperti jamur di musim hujan.

Saya jatuh cinta pada Semarang, jatuh cinta pada kearifan sebagian besar penduduknya yang hidup dalam kesederhanaan dan sopan santun. Sopan santun yang tercermin dalam kebiasaan mereka berlalu lintas.

Beberapa tahun belakangan ini saya merasa jalanan di kota Makassar semakin kejam. Raungan suara kendaraan yang berpadu dengan suara klakson bernada tidak sabaran atau marah jadi menu sehari-hari di jalan raya, khususnya di jam-jam sibuk.

Sedikit berbeda dengan Semarang yang menurut saya lebih sopan, jarang sekali saya mendengar suara klakson, pun dengan para penyerobot antrian ketika macet.

Semarang adalah kota yang tenang dan rindang. Sebagian besar jalan rayanya terbentang luas dengan pohon-pohon yang berdiri kokoh di samping kanan-kiri jalan. Perjalanan ke Semarang atas malah seakan-akan perjalanan ke Malino ( sebuah tempat wisata pegunungan di timur kota Makassar) bagi saya. Jalan yang menanjak tajam dengan tebing dan jurang di sisi jalan, hanya kurang kabutnya saja.

Salah satu sudut gereja blenduk

Di Semarang saya bisa memanjakan mata menikmati peninggalan kota lama di bagian Utara kota Semarang. Menikmati peninggalan jaman kolonial yang masih dipertahankan walaupun sebagian besar sudah kusam. Di hari yang lain saya menikmati aroma mistis dan seram di Lawang Sewu, bangunan perkantoran yang berusia seabad lebih yang pernah terkenal gara-gara penampakan bayangan putih dalam sebuah acara misteri di sebuah stasiun TV beberapa tahun yang lalu.

Buat saya ini adalah satu kelebihan yang dimiliki oleh Semarang. Meski sebagian besar bangunan di kota lama tersebut tidak difungsikan dan dibiarkan berlumut dan nampak tak terurus tapi setidaknya tidak ada ( atau belum ada ? ) niatan dari pemerintah kota dan invenstor untuk mengubah kawasan tersebut menjadi kawasan bisnis. Meruntuhkan bangunan tuanya dan menggantinya dengan bangunan baru sekaligus menghapus jejak sejarahnya, seperti yang terjadi di Makassar.

Sayang sekali, di Makassar saya tidak bisa menikmati lagi deretan bangunan lama peninggalan kolonial. Satu per satu bangunan tua itu diubah menjadi bangunan modern yang kaku dan menghilangkan deretan kenangan tentang kota yang dulu ( sampai sekarang ) adalah gerbang Indonesia Timur.

Semarang mungkin bukan kota yang sempurna, cacat tentu saja ada di sana sini. Tapi entah kenapa, saya jatuh cinta pada kota ini. Sama seperti saya jatuh cinta pada Djogdja yang selalu ingin saya datangi lagi dan lagi. Denyut nadi mereka yang cenderung lambatlah yang mungkin membuat saya seperti bisa sejenak berhenti dari kesibukan dan aktifitas saya, merasakan kembali esensi dari sebuah kebersamaan dan kesederhanaan.

Suatu hari nanti saya akan kembali ke sana, mungkin akan tinggal di sana, selamanya…

 

ipul.ji

orang biasa yang suka mencatat banyak hal dan membingkainya di blog

Artikel yang Direkomendasikan

16 Komentar

  1. semarang panas.

    sekian.

    *semoga pertamax

  2. jadi pengen kopdar bareng daeng…
    kita manjat tugu muda

  3. nice post, mas ipul…
    kami tunggu kedatanganmu di semarang..

  4. mantebs…
    kapan ke semarang lagi mas?

  5. semoga bisa kopdar hahahaha

  6. Makasih untuk komentarnya..
    Semarang mungkin panas, tapi..sudah pernah coba Makassar..? :D

    soal ke Semarang..
    hmm..kayaknya baru bulan 6 deh aku bisa ke Semarang lagi

  7. edun ah postinganyaaa…meski putra makasar posingane ngalahke harsono & asrofi

  8. sing komen kok lanang kabeh ki piye??

    @dg ipul : yuk ke semarang lagiiii….. :D

  9. andai saja aku bisa menulis seperti ini…

  10. @Mbandah : makasih komentarnya..:)
    @Asrofi : halah..!! biasa aja owk mas..

  11. paling suka foto yang terakhir, keren!

  12. boleh gabung di loenpia.net?
    sy beginer nich pengen blajar nge-blog

  13. Karangan bagus, berita berfaedah kepada sesiapa pun.

  14. tulisan yang bagus mas,… jadi rindu dengan semarang dehh

  15. Makasih..:-)..(trsenyum bangga sbg warga semarang )
    Identitas suatu kota tletak pd karakteristik masyarakatnya.
    Alhamdulillah msyrkt semarang msyrkt yg cinta damai,
    Ramah, sabar & penuh toleransi..
    Ga peduli carefour/hipermart telat ada disemarang.
    Semarang ideal menjadi kotaKU..

  16. Seandainya dari dan ke bandara “International” Ahmad Yani ada angkutan umum yg lebih pro Rakyat seperti kayak bandara yg ada di Surabaya, jakarta, Yogyakarta, pastinya akan banyak juga yang mau berlibur di Semarang ;)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *